Breaking News

Belajar Bukan Hanya Tentang Mengakumulasi, Melainkan Self-Discovery Tanpa Intervensi Memory

 


Tayangviral- Menurut KKBI belajar adalah berusaha untuk mendapatkan ilmu atau kepandaian. Belajar juga dapat diartikan sebagai proses mengubah tingkah laku dalam bentuk pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai positif. Menurut Merriam-Webster Dictionary learning is to gain knowledge or understanding of or skill in by study, instruction, or experience.


Menurut DR. Donni Pestalozi, M.Pd. dari definisi di atas, Dosen Universitas PGRI Silampari ini berpendapat bahwa belajar tak hanya bermakna sebagai proses mengakumulasi (mengumpulkan) pengetahuan, tapi juga merupakan kemampuan melihat atau memahami fakta yang tak harus selalu melalui akumulasi. Hidup artinya bergerak dan tindakan belajar adalah bergerak tak menetap di tempat yang sama (never remain in the same place). Pengetahuan (memori) selalu terbatas sedangkan belajar adalah pergerakan konstan yang holistik.


Akumulasi adalah suatu bentuk pembelajaran yang mengharuskan seseorang mengumpulkan informasi, data, ataupun fakta dalam bentuk memori dalam otak. Semakin banyak informasi yang dikumpulkan, semakin banyak memori dalam otak yang mempengaruhi pikiran. Memori yang menumpuk membuat pikiran kita penuh dan berpotensi menurunnya ketajaman fungsi otak (degenerasi). 


Tidak dipungkiri kita butuh pengetahuan agar mampu mengembangkan keterampilan hidup. Untuk bisa nyetir mobil kita perlu mengakumulasi dan mengingat informasi / pengalaman belajar. Demikian juga kemampuan matematika, fisika, dan berbahasa mengharuskan kita untuk mengingat dan menghafal. Pengetahuan tentang konstruksi, kedokteran, pertanian, kelautan, astronomi dan pengetahuan-pengetahuan lainnya melalui proses akumulasi juga dibutuhkan untuk keberlangsungan hidup. Pertanyaannya apakah semua informasi yang kita temui dalam hidup harus kita ingat? 


Pengalaman tak selalu menjadi guru terbaik dan tak selalu harus menjadi dasar dalam menentukan suatu tindakan. Dalam konteks teknologi dalam rangka keberlangsungan hidup memang sangat dibutuhkan. Dalam konteks psikologis (mental), pengalaman sejatinya tak dibawa (diakumulasi) sebagai pengetahuan dan memori. Jika kata pengalaman (experience) artinya to go through, sesuatu yang telah dilalui, mengapa juga kita selalu terbiasa membawa serta pengalaman dalam memori? 


Jika esensi pendidikan adalah mempersiapkan kematangan dan kemandirian, maka tentu faktor kesehatan pikiran anak sudah harus diprioritaskan sejak kecil. Otak anak tidak seharusnya dipaksa mengingat semua hal atau dengan kata lain dibentuk sebagai penghafal. Realita yang kita jumpai seringkali orang tua merasa bangga saat anak jadi penghafal ulung dengan ketajaman ingatannya. Tidakkah kita berfikir tentang menurunnya fungsi otak? Tidakkah kita berfikir tentang anak yang jiwanya terkondisi tanpa pemaknaan? Akankah ketergantungan belajar (selalu mengakumulasi) menjadikan anak mandiri? 



Pikiran kita penuh dengan teori, konsep, ide dan opini. Sedangkan tindakan belajar (the act of learning) artinya penerapan sekarang tanpa penundaan. Dengan demikian perubahan perilaku dalam belajar sejatinya tak mengharuskan beroperasinya waktu, melainkan perubahan yang serta merta setelah terjadi penerimaan dalam pemaknaan (self discovery). Fakta yang umum terjadi adalah saat belajar kita semata mengakumulasi informasi dan pengetahuan, lalu membawanya pulang sebagai memori. Kondisi ini terjadi berkelanjutan hingga memori pikiran kita penuh tanpa perubahan-perubahan berarti. Saat diri semakin menua otak penuh dengan memori dan konsep-konsep hingga tanpa disadari kita menjadi diri yang egois, keras, dan brutal dengan konsep-konsep ke-diri-an.


Sukses belajar dipengaruhi oleh kondisi pikiran yang memiliki "sense of freedom to look". Freedom to look artinya pikiran memiliki kebebasan dalam melihat dan mengamati hingga terjadi pemaknaan (self-discovery). Setelah terjadi pemaknaan instan tentang suatu kebenaran, maka diikuti perubahan tingkah laku yang serta merta (tanpa penundaan). Inilah belajar.


Hidup adalah hubungan-hubungan. Kualitas hidup dalam hubungan-hubungan dipengaruhi oleh memori-memori informasi yang terbentuk akibat kebiasaan belajar yang mengakumulasi. Kita begitu mengandalkan informasi yang tersimpan dalam menentukan tindakan. Kondisi ini terbawa hingga saat kita memperlakukan orang-orang yang ada di sekitar kita. Perilaku tamak, Iri dengki, kekerasan, kesedihan, euporia, teror, buli, rasa takut tersaingi, rasa sakit, rasa ketidakpastian adalah manifestasi dari belajar dengan mengakumulasi, suatu tindakan yang terbentuk atas dasar memori-memori.


Bagi temen-temen guru, dosen, instruktur, konselor, orang-tua, praktisi pendidikan, tokoh masyarakat, dan pemerintah penting kiranya untuk membangun suatu pemahaman bahwa belajar bukan semata mengakumulasi pengetahuan. Esensi belajar adalah terciptanya generasi dengan keterampilan, kecakapan, kemandirian dan kematangan. Anak tidak seharusnya dibentuk dan dipaksa sebagai penghafal yang bisa mengakibatkan menurunnya fungsi otak (deterioration of the brain). Menurunnya kualitas fungsi otak bisa berdampak pada hilangnya ketajaman melakukan eksplorasi dan self-discovery. Belajar bukanlah hiburan spiritual atas dasar pemenuhan kepuasan.


Semoga kajian ini menjadi renungan kita semua terutama bagi guru, dosen, orang-tua, dan seluruh masyarakat bahwa belajar hanya akan terjadi saat anak memiliki kebebasan dalam melihat dan mengamati, tentu melalui pendampingan yang tidak menekan dan memaksa meniru, mematuhi dan menyesuaikan. Freedom to look adalah awal terbangunnya kecerdasan. Freedom to look hanya mungkin terjadi ketika belajar tak terikat oleh memori-memori yang mengokupasi dan mengotorisasi.(fs)

Tidak ada komentar